
Demokrasi sebagai jalan untuk menuju masyarakat adil dan makmur sudah menjadi kesepakatan bersama bagi bangsa Indonesia dalam mengelola negara. Sebagai negara Demokrasi maka perlu dilakukan pemilihan umum yang berkala (5 tahunan). Pemilu diselengarakan untuk memilih wakil rakyat dan pimpinan eksekutif di semua tingkatan.
Pemilu paska reformasi, telah diselengarakan selama 5 kali dengan berbagai perubahan aturan yang dilakukan. Berbagai evaluasi sistem pemilu dan cara menentukan jumlah kursi (menghiung perolehan kursi) guna mendapatkan sistem yang tepat.
Tetapi pemilu yang bersifat terbuka seperti sekarang ini, ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang berpenghasilan kurang dari U$D 5.500 menjadikan angka politik uang yang tinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menyatakan bahwa 60% responden akan menerima politik uang jika ada yang memberi, sedangkan Lembaga Survei Indonesia 36% pemilih akan dapat dipengaruhi dengan politik uang yang dilakukan.
Tingginya politik uang yang terjadi dalam pemilu tentunya akan berbanding lurus dengan kebijakan yang diambil oleh wakil rakyat maupun pimpinan eksekutif dalam menentukan kebijakan publik yang diambil jika terpilih dalam pemilu. Karena politik uang akan menjadikan biaya politik yang tinggi. Sehingga membutuhkan pengembalian modal.
Kebijakan politik yang diambil hampir dipastikan akan menguntungkan kalangan elit guna mengembalikan biaya politiknya untuk maju. Sedangkan masyarakat tidak akan mendapatkan kebijakan politik yang dapat menguntungkan baginya. Ini mengakibatkan peningkatan kualitas hidup rakyat sulit dipercepat guna mencapai kesejahteran. Sehingga pada pemilu mendatang juga akan dilakukan politik uang lagi dan memutar begitu terus.
Guna mencegah lingkaran ini terus berlangsung maka diperlukan peran serta semua elemen masyarakat, baik dari sisi partai politik, masyarakat maupun penyelenggara pemilu. Dalam hal masyarakat, peran untuk mencegah terjadinya politik uang secara terus menerus harus segera diambil oleh mereka yang sudah sudah sadar akan bahaya politik uang.
Peran serta mereka tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga harus terus melakukan pendidikan kepada masyarakat disekitarnya, terutama pemuda/pemudi. Mengingat hasil pemilihan umum kedepan akan dirasakan oleh pemuda. Baik buruknya kebijakan pemuda akan menanggung beban dan menerima hasilnya.
Sementara penyelenggara pemilu, dapat mengambil peran dengan melakukan pendidikan kepada masyarakat dan membentuk kader kader yang bergerak dan mampu mengerakan masyarakat di sekitarnya bahwa politik uang akan menjadikan kebijakan politik dan anggaran tidak berpihak kepada rakyat, tetapi berorentasi kepada pengembalian modal kampanye semata.
Peran ini diambil oleh penyelenggara pemilu dengan berbasiskan kepada hasil (Result Basic Manajemen – RBM) tidak sekedar berbasis pada kegiatan semata. Dengan berbasis hasil, maka diperlukan evaluasi paska pelaksanaan pemilu, terkait seberapa besar peningkatan kesadaran pemilih dalam menentukan pemilihan dan pengaruh politik uang sebagai faktor menentukan pilihan. RBM tidak hanya berbicara tentang pelaksanaan dari kegiatan semata, tetapi juga dengan tegas memperlihatkan indikator indikator keberhasilan pencegahan politik uang, mencari solusi diakhir kegiatan untuk menentukan road map pencegahan politik uang 5 tahun kedepan.
Peran yang dapat diambil oleh penyelenggara pemilu dalam struktur Bawaslu, ialah dengan mengaktifkan peran Petugas Pengawas TPS. PTPS yang mendapatkan SK selama satu bulan, sudah seharusnya mempenyai tanggungjawab tidak hanya pada tingkat TPS dan mengawal hasil pemungutan dan penghitungan sampai tingkat desa. Tetapi juga perlu diperankan untuk mengawasi adanya kampanye di sebulan terakhir sebelum pelaksanaan pemilihan, termasuk didalamnya adanya politik uang di wilayah TPS nya.
Dengan pengawasan yang ketat sampai dengan tingkat TPS yang dilakukan oleh PTPS akan memudahkan untuk mengurangi adanya politik uang yang terjadi di masyarakat. Pengurangaan politik uang di masyarakat tersebut, akan mengasilkan wakil di legislatif dan pimpinan eksekutif yang lebih kompeten. Karena masyarakat akan memilih berdasarkan kepada program kerjanya sehingga dapat ditagih jika sudah mendapatkan posisi.
PTPS merupakan tingkatan penyelenggara paling bawah dalam struktural Badan Pengawas Pemilu. Peran PTPS yang langsung bersentuan dengan masyarakat di hari hari terakir pemilu sangat menentukan, karena di waktu tersebut sangat menentukan pemilih dalam menentukan pilihan dan peserta pemilu dalam menyakinkan pemilihnya. Termasuk sangat menentukan dalam hal terjadinya politik uang.
Peran PTPS yang besar tersebut, sudah seharusnya diisi oleh kalangan muda yang nantinya akan menjadi bagian integral dari penyelenggaraan pemilu, sekaligus bentuk kaderisasi didalam sistem penyelenggara pemilu. Sehingga kedepan Bawaslu sudah banyak kader mudanya yang bergerak dalam masyarakat untuk melakukan pencegahan politik uang dalam bentukpendidikan politik kepada masyarakat.
Pencegahan politik uang, yang dilakukan secara terus menerus akan menghasilkan pemilu yang lebih subtansial, dimana pemilih memberikan pilihannya berdasarkan akal budinya. Sehingga kebijakan yang dihasilkan oleh pejabat yang terpilih juga akan dapat merepresentsikan kepentingan yang ada di masyarakat.
Oleh: Aris Tribowo
Ketua panwaslu kecamatan sutojayan
Kabupaten blitar